Exit Exam : Apakah Penting dan Apa Pengertiannya?



Pengertian Exim Exam

Exit Exam adalah sebuah mekanisme baru yang menentukan lulus atau tidaknya mahasiswa program studi keperawatan, exit exam pertama kali dimulai pada tahun 2012. Sederhananya Exit Exam merupakan sebuah ujian yang akan menentukan kelulusan seorang mahasiswa, mekanisme mirip dengan Ujian Nasional pada tingkat pendidikan SD, SLTP maupun SLTA.


Sebelum adanya Exit Exam untuk mahasiswa program studi keperawatan (S1), juga ada ujian serupa yakni pada sebelum tahun 2000-an sudah dilaksanakan terlebih dahulu Ujian Nasional untuk mahasiswa D3 Keperawatan. Adapun mata ujian yang dijukan antara lain pancasila dan kewiraan (101), Asuhan keperawatan pada berbagai tingkat usia (dulu MK 217 dan MK 320) – sekarang setara dengan KMB, Keperawatan maternitas (MK 214), Keperawatan Jiwa (MK 322), Keperawatan Anak (321) serta Keperawatan Komunitas.  


Akan tetapi pada tahun 2000-an ujian ini sudah tidak berlaku lagi, dan diganti dengan Ujian Akhir Program (UAP) sebagia penentuan kelulusan. UAP dikelola langsung oleh Dinas Kesehatan yang bekerjasama dengan Forum Komunikasi Pendidikan Keperawatan dan Kebidanan (FKPKK) dalam bentuk ujian karyaw tulis ilmiah dan atau jian praktik klinik keperawatan.


Cikal Bakal Adanya Exit Exam

Kemunculan mekanisme Exim Exam sebagai penentu kelulusan karena adanya regulasi baru yang muncul dimana setiap tenaga kesehatan wajib mengikuti Uji Kompetensi untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi Tenaga Kesehatan.


Uji Kompetensi diselenggarakan khususnya di Jawa Timur pada tahun 2007, dan saat itu disebut juga dengan uji pengetahuan. Waktu pelaksanaan uji kompetensi atau uji pengetahuan ini yaitu diselenggarakan pada saat mahasiswa dinyatakan lulus dari program studi dan sebelum lulusan tersebut bekerja.


Polemik Uji Kompetensi

Pada awalnya Uji Kompetensi memang menimbulkan argumen pro dan kontra, terutama bagi meraka yang dinyatakan telah lulus kuliah tapi tidak lulus uji kompetensi, apakah mereka tidak boleh bekerja sebagai tenaga kesehatan? masalah lain juga muncul pada saat di adakannya uji kompetensi ini yakni uji kompetensi belum dilaksanakan serentak semua daerah, misalkan mahasiswa lulusan kuliah di Jawa Timur dan ingin bekerja di luar propinsi yang mewajibkan tanda KOMPETEN maka mahasiswa tersebut harus mengikuti Uji Kompetensi terlebih dahulu.


Pada tahun 2010 mulailah ada MTKI yang mengambil alih peran MTKP dalam penyelenggaraan uji kompetensi dimana ditetapkan ujian kompetensi yang diberlakukan secara nasional. Namun, hingga tahun 2012 kegiatan ujian ini belum dapat dilakukan; sehingga ada proses pemutihan dimana seluruh lulusan sebelum tahun 2012 dapat langsung mengurus untuk mendapatkan STR.


Pada tahun 2013 dan 2014 diselenggarakan ujian kompetensi dalam format exit exam; dimana menyatukan proses kelulusan dengan proses mendapatkan STR.


Format ujian exit exam itupun tidak sama dengan ujian kompetensi sebelumnya ataupun ujian  nasional yang diselenggarakan sebelum tahun 2000; sehingga perlu persiapan lebih bagi peserta didik / mahasiswa untuk menyiapkan diri menghadapi ujian exit exam.

Dapatkan juga informasi terbaru dan menarik seputar dunia pendidikan di janjiragaku 


Exit Exam, Mengancam Lulusan Atau Justru Peluang?

Exit exam jadi suatu fenomena yang ditakuti mahasiswa serta lulusan, sebab mahasiswa hendak dinyatakan lulus dari suatu akademi besar apabila sudah lulus uji kompetensi. Pelaksanaan dini tata cara exit exam jadi penentu buat memperoleh ijasah serta Pesan Ciri Register( STR) masih menyisakan permasalahan dengan banyaknya mahasiswa yang tidak kompeten.


Pada Tahun 2019 pernah mencuat polemik buat exit exam hendak namun Himpunan Pembelajaran Besar Kesehatan( HPTKes) sebagai himpunan yang membawahi akademi besar kesehatan memohon supaya kebijakan tersebut ditunda.


Penundaan ini selaku upaya buat mahasiswa serta lulusan mempersiapkan exit exam. Kebijakan exit exam diatur dalam Permenristekdikti nomor 12 tahun 2016 tentang Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan. Kebijakan tersebut setelah itu direvisi dengan Permendikbud No 2 Tahun 2020 tentang tata metode uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan. Kebijakan ini mencabut Permenristekdikti nomor 12 tahun 2016 tentang Tata Metode Penerapan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan.


Baca Juga : UPAYA PENINGKATKAN UJI KOMPETENSI PERAWAT


Permendikbud No 2 Tahun 2020 mengendalikan tentang persentase kelulusan nilai akademik 60% serta Uji Kompetensi 40%, sehingga sepanjang mahasiswa belum lulus uji kompetensi masih jadi tugas akademi besar buat membekali mereka. Kebijakan ini dapat jadi angin fresh untuk mahasiwa ataupun akademi besar sebab sepanjang ini Uji Kompetensi 100% selaku ketentuan buat memperoleh STR. STR jadi ketentuan buat memperoleh Pesan Ijin Aplikasi( SIP) sehingga bila belum lulus uji kompetensi tidak bisa memperoleh STR serta belum memperoleh pesan ijin aplikasi di layanan kesehatan.


Tiap tenaga kesehatan harus mempunyai STR, STR semacam pesan ijin mengemudi untuk pengendara motor, seseorang tenaga kesehatan yang mempunyai STR maksudnya yang bersangkutan secara universal mempunyai kompetensi yang dipunyai oleh tenaga kesehatan pada biasanya. Kompetensi merupakan sekumpulan pengetahuan, perilaku serta sikap yang cocok dengan standar yang telah diresmikan oleh kebijakan pemerintah. Pemenuhan kompetensi lewat kepemilikan STR yang didapatkan sehabis menuntaskan uji kompetensi jadi perihal yang berarti.


Exit exam jadi suatu fenomena yang ditakuti mahasiswa serta lulusan, sebab mahasiswa hendak dinyatakan lulus dari suatu akademi besar apabila sudah lulus uji kompetensi. Pelaksanaan dini tata cara exit exam jadi penentu buat memperoleh ijasah serta Pesan Ciri Register( STR) masih menyisakan permasalahan dengan banyaknya mahasiswa yang tidak kompeten.


Pada Tahun 2019 pernah mencuat polemik buat exit exam hendak namun Himpunan Pembelajaran Besar Kesehatan( HPTKes) sebagai himpunan yang membawahi akademi besar kesehatan memohon supaya kebijakan tersebut ditunda.


Penundaan ini selaku upaya buat mahasiswa serta lulusan mempersiapkan exit exam. Kebijakan exit exam diatur dalam Permenristekdikti nomor 12 tahun 2016 tentang Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan. Kebijakan tersebut setelah itu direvisi dengan Permendikbud No 2 Tahun 2020 tentang tata metode uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan. Kebijakan ini mencabut Permenristekdikti nomor 12 tahun 2016 tentang Tata Metode Penerapan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan.


Permendikbud No 2 Tahun 2020 mengendalikan tentang persentase kelulusan nilai akademik 60% serta Uji Kompetensi 40%, sehingga sepanjang mahasiswa belum lulus uji kompetensi masih jadi tugas akademi besar buat membekali mereka. Kebijakan ini dapat jadi angin fresh untuk mahasiwa ataupun akademi besar sebab sepanjang ini Uji Kompetensi 100% selaku ketentuan buat memperoleh STR. STR jadi ketentuan buat memperoleh Pesan Ijin Aplikasi( SIP) sehingga bila belum lulus uji kompetensi tidak bisa memperoleh STR serta belum memperoleh pesan ijin aplikasi di layanan kesehatan.


Tiap tenaga kesehatan harus mempunyai STR, STR semacam pesan ijin mengemudi untuk pengendara motor, seseorang tenaga kesehatan yang mempunyai STR maksudnya yang bersangkutan secara universal mempunyai kompetensi yang dipunyai oleh tenaga kesehatan pada biasanya. Kompetensi merupakan sekumpulan pengetahuan, perilaku serta sikap yang cocok dengan standar yang telah diresmikan oleh kebijakan pemerintah. Pemenuhan kompetensi lewat kepemilikan STR yang didapatkan sehabis menuntaskan uji kompetensi jadi perihal yang berarti.


Kebijakan pemerintah lewat rumah sakit( Rumah sakit) kerapkali memohon perawat yang bekerja di lembaga pelayanan kesehatan buat mempunyai STR, kepemilikan STR tidak hanya baik untuk perawat yang bersangkutan pula baik untuk lembaga pelayanan. Kepemilikan STR jadi ketentuan absolut dalam suatu akreditasi. Buat memperoleh STR terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh oleh perawat, buat perawat baru lulus dengan menjajaki uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga terpaut, sebaliknya buat perawat yang telah bekerja lama dengan metode penuhi SKP. SKP ini terdiri dari sebagian perihal, misalnya menjajaki aktivitas pengembangan diri, menjajaki aktivitas riset, menjajaki aktivitas dedikasi, aktif di organisasi profesi serta lain- lain. 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.